Adalah seorang tokoh yang melegenda hingga saat ini. dia merupakan salah satu tokoh yang melegenda hingga saat ini. sudah banyak sejarahwan yang menulis tentang biografinya. Raden Ajeng Kartini. adalah sosok pejuang wanita sejati.
Dia pantang menyerah untuk memperjuangkan hak-hak wanita pribumi agar memperoleh hak yang sama dan memperoleh pendidikan layaknya laki-laki pada masa itusehingga bisa memilki pemikiran maju seperti wanita-wanita eropa, jarena pada masanya wanita berada padastatus sosial yang paling rendah bahkan beliau hanya diperbolehkan sekolah sampai ELS(Europese Lagere School) saat itu kartini berusia 12 tahun dan dipingit sambil menunggu untuk dinikahkan.
Dia pantang menyerah untuk memperjuangkan hak-hak wanita pribumi agar memperoleh hak yang sama dan memperoleh pendidikan layaknya laki-laki pada masa itusehingga bisa memilki pemikiran maju seperti wanita-wanita eropa, jarena pada masanya wanita berada padastatus sosial yang paling rendah bahkan beliau hanya diperbolehkan sekolah sampai ELS(Europese Lagere School) saat itu kartini berusia 12 tahun dan dipingit sambil menunggu untuk dinikahkan.

Kartini karena ia dinikahkan oleh orangtuanya dengan Raden Adipati Joyodiningrat. Setelah menikah ia ikut suaminya ke daerah Rembang. Suaminya mengerti dan ikut mendukung Kartini untuk mendirikan sekolah wanita. Berkat kegigihannya Kartini berhasil mendirikan Sekolah Wanita di Semarang, Surabaya, Yogyakarta, Malang, Madiun, Cirebon dan daerah lainnya. Nama sekolah tersebut adalah “Sekolah Kartini”. Ketenarannya tidak membuat Kartini menjadi sombong, ia tetap santun, menghormati keluarga dan siapa saja, tidak membedakan antara yang miskin dan kaya.
Pada tanggal 17 september 1904, Kartini meninggal dunia dalam usianya yang ke-25, setelah ia melahirkan putra pertamanya. Setelah Kartini wafat, Mr.J.H Abendanon memngumpulkan dan membukukan surat-surat yang pernah dikirimkan R.A Kartini pada para teman-temannya di Eropa. Buku itu diberi judul “DOOR DUISTERNIS TOT LICHT” yang artinya “Habis Gelap Terbitlah Terang”.
Kartini kecil sangat sedih dengan hal tersebut, ia ingin menentang tapi
tak berani karena takut dianggap anak durhaka. Untuk menghilangkan
kesedihannya, ia mengumpulkan buku-buku pelajaran dan buku ilmu pengetahuan lainnya yang kemudian dibacanya di taman rumah